Search

Opini

SWASEMBADA PANGAN BUKAN ANGAN-ANGAN


calendar--v1 28 Februari 2025

SWASEMBADA PANGAN BUKAN ANGAN-ANGAN

Swasembada pangan adalah keharusan mutlak bagi Indonesia, negeri yang dikaruniai kekayaan alam melimpah.

Sejak era Soeharto, mimpi besar ini terus diupayakan, karena bangsa ini sejatinya mampu mandiri dalam memenuhi kebutuhan pangannya.

Namun, tantangan seperti perubahan iklim, pertumbuhan populasi, dan ketidakstabilan geopolitik global sering kali jadi penghalang. Sudah saatnya Indonesia bangkit, mengoptimalkan segala potensi, dan mewujudkan kemandirian pangan sebagai bukti kedaulatan bangsa.

Pada 1984, Indonesia mencapai swasembada pangan di bawah kepemimpinan Soeharto berkat Revolusi Hijau yang mengandalkan intensifikasi pertanian, pembangunan irigasi, dan subsidi pupuk serta benih.

Setiap pemimpin Indonesia memiliki fokus kebijakan yang berbeda sesuai dengan tantangan zaman meski sektor pangan tak selalu jadi prioritas utama. Namun, setiap kebijakan tetap membawa dampak positif bagi pembangunan nasional.

Kini, di bawah Presiden Prabowo Subianto, kebijakan pangan jadi prioritas utama dengan berorientasi pada kemandirian nasional melalui pendekatan teknologi dan modernisasi pertanian guna meningkatkan produksi dan distribusi pangan serta kesejahteraan petani.

Namun, kebijakan ini harus lebih holistik, tak hanya berfokus pada peningkatan produksi, tetapi juga pascapanen, distribusi, keberlanjutan lingkungan, dan kesejahteraan petani.

Modernisasi pertanian dengan pendekatan teknologi menjadi kunci, tetapi implementasinya harus disertai dengan pendampingan yang memadai agar petani kecil tidak tertinggal.

Momentum Strategis

Swasembada pangan sering kali dianggap sebagai mimpi yang sulit diwujudkan, terutama di tengah tantangan global seperti perubahan iklim, pertumbuhan populasi, dan ketidakstabilan geopolitik. 

Namun, ini adalah tujuan yang dapat dicapai dengan kerja keras, kebijakan yang tepat, dan kolaborasi semua pihak. Indonesia memiliki potensi besar untuk jadi negara yang mandiri dalam pangan dengan berbagai langkah strategis dan terukur.

Pertama, musim panen raya yang berlangsung dari Februari hingga April 2025 merupakan momen krusial untuk memperkuat stok cadangan beras pemerintah (CBP) lewat peningkatan penyerapan gabah dan beras hasil produksi petani.

Data Bulog per 11 Februari 2025 mencatat stok beras mencapai 1,9 juta ton. Stok ini terdiri dari 1,78 juta ton stok CBP dan 124.361 ton stok komersial. Pemerintah meminta Perum Bulog untuk menyerap 3 juta ton beras pada 2025.

Namun, target ini harus disertai dengan langkah-langkah konkret untuk memastikan penyerapan berjalan efektif, seperti penyediaan infrastruktur logistik yang memadai dan insentif harga yang menguntungkan petani.

Kesinambungan antara sektor hulu (produsen) dan hilir (konsumen) merupakan kunci utama. Alur produksi, pasca panen, dan distribusi yang berjalan baik memastikan bahwa panen yang dihasilkan berkualitas tinggi, tersedia secara merata, dan dapat diakses oleh seluruh masyarakat. Dengan demikian, dapat diwujudkan sistem yang berkelanjutan untuk kesejahteraan petani dan masyarakat secara keseluruhan.

Kedua, diperlukan langkah konkret seperti edukasi massal tentang pentingnya mengurangi food waste di tingkat rumah tangga, restoran, dan industri. Di sisi lain, penanganan food loss di rantai pasok harus diperkuat dengan penerapan teknologi pascapanen seperti cold storage, pengemasan modern, pengembangan teknologi pascapanen, dan sistem distribusi yang lebih efisien. 

Pemerintah juga perlu mendorong investasi swasta dalam pengembangan teknologi pascapanen melalui insentif fiskal dan kemudahan regulasi.

Ketiga, food estate dirancang untuk memaksimalkan potensi lahan yang selama ini belum tergarap optimal. Indonesia memiliki sekitar 17 juta hektar lahan tidur yang bisa dikonversi menjadi lahan produktif. Dengan mengembangkan food estate di wilayah-wilayah seperti Merauke dan daerah lain, kita bisa menciptakan pusat produksi pangan yang mampu memenuhi kebutuhan nasional. 

Selain itu, food estate juga mendorong penerapan teknologi pertanian modern seperti benih unggul,  precision farming, smart irrigation, dan melibatkan petani lokal dalam pengelolaannya. Teknologi ini tidak hanya meningkatkan produktivitas, tetapi juga dapat mengurangi pemborosan sumber daya seperti air dan pupuk.

Keempat, kolaborasi TNI-Polri dalam membuka lahan tidur dan mengamankan distribusi pangan. TNI-Polri turun langsung membantu petani membuka lahan, menyediakan bibit unggul, serta memberikan pendampingan teknis dalam budidaya komoditas pangan, seperti jagung. 

Kolaborasi ini tak hanya memperkuat ketahanan pangan, tetapi juga membuktikan bahwa TNI-Polri tidak hanya menjaga keamanan, tetapi juga menjadi garda terdepan dalam mewujudkan kedaulatan pangan Indonesia.

Kelima, gerakan mandiri pangan nasional yang mencerminkan semangat kemandirian, gotong royong, dan partisipasi aktif masyarakat dalam mewujudkan ketahanan pangan. Gerakan ini perlu diperluas dengan kampanye nasional dan insentif bagi komunitas yang berhasil mencapai swasembada lokal.

Kementerian Koordinator Bidang Pangan terus berkomitmen memperkuat sektor pangan melalui koordinasi dengan semangat yang sama antara pemerintah pusat dan daerah.

Koordinasi antar kementerian/lembaga menjadi komitmen untuk memperkuat kebijakan yang pro-petani dan nelayan, meningkatkan investasi di sektor pertanian dan perikanan, serta memperluas kerja sama internasional untuk transfer teknologi dan pengetahuan.

Dalam konteks global, Indonesia juga harus memanfaatkan peluang untuk menjadi pemain utama di pasar pangan internasional. Dengan potensi besar di sektor pertanian, perkebunan, dan perikanan, kita tak hanya bisa memenuhi kebutuhan dalam negeri, tetapi juga berkontribusi pada ketahanan pangan global. Ini visi besar dan bukan mimpi, tetapi sebuah keniscayaan yang harus kita perjuangkan demi kemandirian dan kedaulatan pangan Indonesia. -ZH-

Penulis: Zulkifli Hasan

Menteri Koordinator Bidang Pangan, RI

*tulisan sudah dimuat di Harian Kompas edisi 28 Februari 2025



Unduh Lampiran : Lampiran